Minggu, 30 Maret 2014

Kisah Tiga Caleg dan Calon Pemilihnya

Gerin, lelaki yang jarang bergaul, jarang tersenyum, dan pelit itu pada hari-hari ini berubah total. Ia jadi begitu ramah bahkan terkesan sok akrab. Selain itu Gerin juga jadi royal memberi uang kepada warga sekitarnya.

“Ya wajarlah, dia kan seorang caleg,” kata Adit, seorang penjual nasi goreng yang mengaku sudah mendapat sebuah kaos, kaset, dan uang dari Gerin. “Kemarin, gua juga dapet uang Rp 30.000 dari Pak Hanur. Dia kan nyaleg juga,” tambah Adit.

“Kalau dari Bu Peni kamu udah dapet belum. Dia kan pengen dipilih juga. Bini gua sih dapet Rp 50.000 dari dia, katanya pas hari pencoblosan akan dikasih lagi…,” kata Kido, seorang tukang ojek yang sedang menunggu pesanan nasi goreng dari Adit.

“Bu Peni yang tinggal di sektor V ya,” kata Adit seraya mengecilkan kompor gas di gerobak nasi gorengnya. Tangannya lalu mengambil sebuah handphone dari saku celana untuk menelepon seseorang. Beberapa menit kemudian, ia berkata lagi pada Kido.

“Ternyata bini gua udah terima uang juga darinya. Cuma ia nggak sempet bilang ke gua karena uangnya keburu buat bayar utang. Ya nggak apa-apalah, nanti kan dapet lagi kan?,” ucap Adit sambil meneruskan pekerjaan mengoreng nasi pesanan Kido.

Musim caleg tahun ini benar-benar sangat menguntungkan wong cilik seperti Adit dan Kido. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan mekanisme suara terbanyak dalam penetapan caleg membuat suara rakyat makin berharga. Para caleg berlomba-lomba membeli suara rakyat itu.

Selain menebar uang, mereka juga mengumbar janji bahwa jika saatnya mereka terpilih, maka rakyat yang menyontreng namanya akan diperhatikan. Diperhatikan seperti apa? Tak perlulah dijelaskan. Wong cilik seperti Adit dan Kido sudah tahu. Makanya daripada menunggu janji gombal mereka sampai terpilih, lebih baik mloroti keuangan mereka semasa masih caleg.

“Kecuali kalau ada diantara caleg berani ngasih uang hingga Rp 500.000 untuk satu suara. Gua tak akan berpaling ke lain hati,” kata Kido.

Dengan bersemangat Adit pun menjawabnya. “Mereka tak bisa lagi ngebohongin kita. Sekali-kali kita ya ngebohongin mereka,” ucap Adit sambil tertawa terbahak- bahak.

Adit dan Kido sesungguhnya tak berniat menipu. Mereka hanya baru sadar bahwa yang mereka hadapi adalah calon-calon penipu. Makanya daripada ditipu duluan, lebih baik mereka memanfaatkan keadaan.

Suatu hari rombongan polisi datang ke rumah Gerin dan menggelandang lelaki tersebut. Kabar yang beredar sang caleg ditangkap karena menggelapkan sejumlah mobil dari perusahaannya. Uang dari penipuan tersebut sebagian sudah disebar ke masyarakat dalam rangka posisinya sebagai caleg.

Sejumlah polisi juga mendatangi rumah Hanur. Cuma mereka tak bertemu dengan orangnya. Kabar beredar lelaki tersebut terlibat dalam pembobolan brankas sejumlah ATM. Polisi sudah menangkap tiga tersangka, dan ketiganya mengutip keterlibatan Hanur.

Bagaimana dengan Peni? “Itulah kalau memilih caleg lelaki. Mereka itu cenderung jahat, korupsi. Coba perhatikan, adakah anggota DPRD wanita ditangkap karena perbuatan seperti itu,” kata Peni seperti mendapatkan momentum.

Peluang wanita itu untuk terpilih sebagai anggota legislatif pun seolah-olah kian terbuka dengan gugurnya Gerin dan Hanur dari daerah pemilihan serupa. Namun Adit dan Kido tetap saja meragukannya. Mereka ragu dengan track record wanita itu. “Dia juga mau beramal pas jadi caleg saja. Dulu-dulunya ngapain,” ucap Adit.

Sepekan sebelum pencoblosan, anak Ny Peni masuk rumah sakit karena mengkonsumsi narkoba. Saat itu ia masih berapi-api menyalahkan pemerintah yang tak serius memberantas jaringan narkoba. Ia seakan-akan tahu betul bagaimana jaringan pengedar narkoba merusak masa depan bangsa. Dan bagaimana pula aparat menghadapinya.

Pidato ibu dua anak itu redup dengan sendirinya begitu polisi memaksa masuk ke rumah dan mengelandang suaminya. Suami Ny Peni ditangkap dengan tuduhan mencengangkan, yakni sebagai bandar narkoba. Jadi masih adakah caleg dipercaya?

“Lho kita kan butuh uangnya, bukan orangnya. Jangan lebaylah,” kata Adit mengingatkan.

Kido tiba-tiba tertawa mendengarnya. “Lebay? ya..ya..ya,” ucapnya sok tahu.

Hahaha….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar